Tuesday, December 22, 2009

Beginilah Jeritan Hati Prajurit AS di Afghanistan

Kamis, 08/10/2009 17:49 WIB Cetak | Kirim

Berperang dengan tujuan yang tidak jelas membuat banyak tentara AS yang ditugaskan di Afghanistan mengalami depresi berat dan kekecewaan yang mendalam. Mereka banyak yang merasa putus asa dan cuma satu yang mereka inginkan, kembali ke rumah dan berkumpul dengan keluarga.

Pengakuan itu datang dari Kapten Jeff Masengale dari Divisi Gunung ke-10 Batalion Infanteri 2-87 yang dilansir The Times edisi Kamis (8/10). Depresi dan rasa putus asa yang dalam, kata Jeff, membuat moral pasukan AS menurun drastis karena apa tujuan perang ini sebenarnya, tidak jelas.

"Mereka sudah lelah, tertekan, bingung dan ingin segera melewati masa-masa ini," tambah Kampten Sam Rico dari Batalion Artileri Divisi 4-25. Menurut Kapten Rico, tentara-tentara AS merasa telah membahayakan diri mereka sendiri dengan berbagai target yang dibebankan pada mereka.

Tahun 2009 adalah tahun terburuk bagi militer AS selama hampir delapan tahun invasinya ke Afghanistan. Taliban makin agresif melakukan perlawanan yang menyebabkan makin banyaknya korban di pihak pasukan AS. Tahun ini saja, tercatat 394 tentara asing tewas di Afghanistan, 236 diantaranya tentara AS.

Mayoritas tentara AS tidak paham dengan tujuan perang negaranya di Afghanistan. "Yang kami rasakan sekarang, bahwa kami sudah kalah," aku Raquime Mercer yang baru saja kehilangan seorang rekannya dalam sebuah pertempuran pekan kemarin.

"Saya tidak tahu mengapa kami harus ke sini. Saya ingin tahu dengan jelas tujuan kami di sini, jika kami harus terluka atau mati di sini," tukas Mercer.

"Para prajurit menginginkan jawaban yang tepat, selain jawaban bahwa mereka harus menghentikan Taliban. Karena hampir tidak mungkin untuk membungkam Taliban. Sulit menangkap orang yang tidak bisa Anda lihat," sambung Mercer.

Pernyataan Mercer diamini oleh Sersan Christopher Hughes yang juga mengaku tidak tahu pasti apa sebenarnya misi mereka di Afghanistan. "Para tentara di sini sudah capek, frustasi, takut. Banyak tentara yang takut keluar, tapi mereka harus keluar karena tuntutan tugas," tambah Sersan Erika Cheney.

Erika mengungkapkan, banyak tentara yang jadi gampang marah, tidak bisa tidur dan mengalami mimpi buruk. "Afghanistan merupakan misi yang membuat kami frustasi," aku Letnan Peter Hjelmstad.

Selain tewas, banyak tentara AS yang dipulangkan setelah bagian tubuhnya diamputasi, mengalami luka bakar parah atau luka lainnya yang menyebabkan cacat tubuh permanen. Perang AS di Aghanistan sama halnya di Irak, telah banyak membuat keluarga para prajuritnya berantakan. Banyak diantara keluarga prajurit yang berakhir dengan perceraian.

"Yang paling mereka inginkan adalah pulang ke rumah dengan selamat, kembali berkumpul dengan isteri dan anak-anak. Mengunjungi keluarga yang suami atau ayahnya tewas di sini," tandas Kapten Masengale. (ln/iol)